Latest News

Arti Dan Prinsip Pembuktian Dalam Proses Perdata

Beberapa pasal dalam H.I.R yang mengatur perihal pembuktian di antaranya yaitu sebagai berikut :
  • Pasal 162 H.I.R berbunyi :  "Tentang bukti dan perihal mendapatkan atau menolak alat bukti dalam perkara perdata, hendaklah pengadilan negeri memperhatikan peraturan pokok yang berikut". 
  • Pasal 163 H.I.R berbunyi : "Barang siapa mengatakan mempunyai barang suatu hak, atau mengatakan suatu perbuatan untuk meneguhkan haknya atau untuk membantahi hak orang lain, haruslah menerangkan hak itu atau adanya perbuatan itu". 
  • Pasal 164 H.I.R berbunyi : "Alat-alat bukti, yaitu bukti surat, bukti saksi, persangkaan, pengakuan, sumpahan, semuanya dengan memeprhatikan peraturan-peraturan yang diperintahkan".
Selain ketiga hal tersebut di atas. dalam praktek masih terdapat satu macam alat bukti lagi yang sering dipergunakan, yaitu 'pengetahuan hakim'. Yang dimaksud dengan pengetahuan hakim yaitu hal atau keadaan yang diketahuinya sendiri oleh hakim dalam sidang. 

Dalam suatu proses perdata, salah satu peran hakim yaitu untuk menyelidiki apakah suatu kekerabatan hukum yang menjadi dasar gugatan yaitu benar-benar ada atau tidak. Adanya kekerabatan hukum inilah yang harus terbukti apabila penggugat menginginkan kemenangan dalam suatu perkara. Apabila penggugat tidak berhasil untuk menerangkan dalil-dalilnya yang menjadi dasar gugatannya, maka gugatannya akan ditolak, sedangkan apabila berhasil, gugatannya akan dikabulkan.

Tidak semua dalil yang menjadi dasar gugatan harus dibuktikan kebenarannya. Dalil-dalil yang tidak harus dibuktikan kebenarannya yaitu dalam hal :
  • Dalil-dalil yang tidak disangkal, apalagi diakui sepenuhnya oleh pihak lawan, tidak perlu dibuktikan lagi. 
  • Hal-hal atau keadaan-keadaan yang telah diketahui oleh khalayak ramai, juga tidak perlu adibuktikan lagi. Dalam hukum program perdata disebut fakta notoir adalah sesuatu yang sudah diketahui oleh khalayak ramai, sudah merupakan pengetahuan umum. Fakta notoir merupakan hal atau keadaan yang sudah diketahui pula oleh hakim. Misalnya : hari ahad semua kantor pemerintah tutup.
Dalam soal pembuktian tidak selalu pihak penggugat saja yang harus menerangkan dalilnya. Hakim yang memeriksa perkara tersebut yang akan menentukan siapa di antara pihak-pihak yang berperkara akan diwajibkan untuk memperlihatkan bukti, apakah itu pihak penggugat atau sebaliknya, yaitu pihak tergugat. Dengan perkataan lain hakim sendiri yang menentukan pihak yang mana akan memikul beban pembuktian. Dalam hal menjatuhkan beban pembuktian, hakim harus bertindak berakal dan bijaksana, serta tidak boleh berat sebelah. Semua peristiwa dan keadaan yang konkrit harus diperhatikan secara seksama olehnya.

Prof. Mr. A. Pitlo mengatakan bahwa tidaklah termasuk dalam 'notoire feiten' itu peristiwa-peristiwa yang secara kebetulan diketahui hakim yang bersangkutan, atau ia menyaksikannya saat terjadi atau hakim yang bersangkutan mempunyai keahlian perihal suatu kejadian atau keadaan. Hal yang demikian itu tetap harus dibuktikan oleh para pihak yang bersengketa di pengadilan.

Soal menerangkan suatu peristiwa, mengenai adanya suatu kekerabatan hukum, yaitu suatu cara untuk meyakinkan hakim akan kebenaran dalil-dalil yang menjadi dasar gugatan, atau dalil-dalil yang dipergunakan untuk menyangkal perihal kebenaran dalil-dalil yang telah dikemukakan oleh pihak lawan.

Berbeda dengan azas yang terdapat dalam hukum program pidana, di mana seorang tidak mampu dipersalahkan telah melaksanakan tindak pidana, kecuali apabila berdasarkan bukti-bukti yang sah hakim memperoleh doktrin perihal tentang kesalahan terdakwa, dalam hukum program perdata untuk memenangkan seseorang, tidak perlu adanya doktrin hakim. Yang penting yaitu adanya alat-alat bukti yang sah, dan berdasarkan alat-alat bukti tersebut hakim akan mengambil keptusan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Dengan kata lain, dalam hukum program perdata, cukup dengan kebenaran formil saja.

Semoga bermanfaat.


0 Response to "Arti Dan Prinsip Pembuktian Dalam Proses Perdata"