Latest News

Janji Dan Perikatan Dalam Buku III KUH Perdata

Janji merupakan faktor penting dalam perikatan, karena pada asasnya kesepakatan mengakibatkan perikatan. Barang siapa menunjukkan suatu janji, terikat kepadanya janjinya tersebut, dalam arti ada kewajiban pada si pemberi kesepakatan untuk memenuhinya dan di lain pihak, yang mendapatkan janjinya boleh berharap atau mempunyai hak, bahwa kesepakatan yang ia terima akan dilaksanakan. Dengan demikian, adanya kesepakatan akan mengakibatkan kekerabatan antara yang menunjukkan dan yang mendapatkan janji.

Hal tersebut merupakan prinsip yang berlaku di negara Barat, daerah asal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Sedangkan dalam hukum adat, kesepakatan saja belum cukup untuk adanya suatu perikatan, misalnya dalam perjanjian jual beli. Dalam perjanjian jual beli menurut hukum adat, berlaku prinsip riil dan kontan.

Banyak kesepakatan dalam kehidupan masyarakat yang hanya merupakan perikatan moral, sehingga kewajiban yang muncul juga hanya berupa kewajiban sopan santun saja. Hanya sebagian saja dari janji-janji dalam kehidupan masyarakat yang dianggap penting, dan mendapat pengaturan di dalam hukum. Oleh karenanya, tidak semua perikatan menjadi objek pengaturan hukum. Disebut perjanjian hukum atau perikatan hukum, yang pada umumnya cukup disebut dengan istilah perjanjian atau perikatan, semata-mata untuk membedakannya dengan perjanjian dan perikatan di luar hukum, menyerupai perikatan sopan santun tersebut di atas. Sehingga hubungan-hubungan yang mendapat pengaturannya di dalam hukum disebut kekerabatan hukum.

Bahwa perjanjian mengakibatkan perikatan. Perikatan sebagaimana dimaksud dalam buku III KUH Perdata merupakan episode dari hukum kekayaan. Hukum kekayaan mengatur hak-hak kekayaan. Hak kebendaan sebagai episode dari hak kekayaan yang adikara mendapatkan pengaturannya dalam buku II KUH Perdata, sedangkan hak kekayaan yang relatif mendapatkan pengaturannya dalam buku III KUH Perdata. Hak kekayaan adalah hak-hak yang mempunyai nilai uang atau ekonomis.

Bahwa unsur prestasi yang mempunyai nilai uang atau ekonomis memegang peranan penting. Adanya ciri-ciri prestasi dengan nilai uang atau ekonomis dimaksudkan untuk membedakannya dari perikatan moral. Suatu perikatan yang prestasinya mempunyai nilai uang, kalau tidak dipenuhinya kewajiban perikatan tersebut mengakibatkan suatu kerugian, yang dapat dijabarkan ke dalam sejumlah uang tertentu. Sehingga perikatan dikatakan merupakan kekerabatan hukum dalam lapangan hukum kekayaan, apabila di satu pihak ada hak dan di lain pihak ada kewajiban. Dalam perkembangannya pada praktek pengadilan, kerugian-kerugian yang sifatnya imaterial, yang tidak dapat atau tidak mempunyai nilai uang, juga dapat diajukan tuntutan ganti ruginya. Misalnya saja tuntutan ganti rugi atas simpulan hidup anggota keluarga, rasa sakit, dan lain-lain.

Adanya nilai uang atau ekonomis sebagai syarat untuk adanya perikatan sebagaimana yang dimaksudkan oleh buku II KUH Perdata,  pada masa sekarang ini sudah ditinggalkan. Hal tersebut bukan disebabkan oleh karena ruang lingkup sopan santun telah berubah, tetapi karena ruang lingkup hukum telah meluas sehingga mengambil bidang yang semula termasuk bidang moral. Namun demikian, faktor nilai uang atau ekonomis tetap merupakan faktor yang penting dalam perikatan, artinya bahwa semua perikatan yang prestasinya mempunyai nilai uang atau ekonomis yaitu perikatan sebagaimana dimaksud dalam buku II KUH Perdata. Di samping itu, ada pula perikatan yang walaupun tidak mengandung unsur tersebut, tetapi tetap diterima sebagai perikatan menyerupai tersebut di atas.

Pertanyaan yang sering muncul berkaitan dengan hal tersebut yaitu bagaimana dengan perjanjian cuma-cuma, di mana tidak ada prestasi yang bernilai ekonomis sama sekali ? Dalam perjanjian cuma-cuma tersebut tetap ada perjanjian, karena para pihak memang bermaksud untuk menutup suatu perjanjian, artinya bahwa suatu ikatan di mana pelaksanaannya dapat dipaksakan melalui sumbangan hukum. Dengan demikian, maksud atau tujuan para pihak merupakan faktor yang penting untuk adanya suatu perjanjian.

Dari hal-hal yang diuraikan di atas, terutama mengenai perikatan sebagaimana dimaksud dalam buku III KUH Perdata, dapat dilihat bahwa faktor prestasi yang mempunyai nilai uang atau ekonomis, faktor maksud para pihak, dan perikatan yang dapat dipaksakan pelaksanaannya melalui sarana atau sumbangan hukum merupakan faktor-faktor yang menentukan ada atau tidaknya suatu perjanjian.

Semoga bermanfaat.

0 Response to "Janji Dan Perikatan Dalam Buku III KUH Perdata"